Tuesday, July 8, 2014

Outsourcing : Masalah yang Tak Berujung

Akhir-akhir ini istilah outsourcing menjadi topik yang sering dibicarakan. Namun menjadi isue hangat pada saat May Day, atau yang kita kenal dengan Hari Buruh, dimana buruh beramai-ramai menentang penggunaan outsourcing karena dianggap tidak sesuai dengan kemanusiaan. Sebelum terjerumus dengan perdebatan panjang maka sebaiknya secara bersama memahami dulu apa itu outsourcing.
 Outsourcing secara umum dapat diartikan sebagai proses memperkerjakan pihak ketiga dengan suatu bentuk kontrak. Dalam bukunya, Sukses Implementasi Outsourcing, Iftida Yasar menyebutkan bahwa outsourcing adalah penyerahan kegiatan perusahaan baik sebagian ataupun secara menyeluruh kepada pihak lain yang tertuang dalam kontrak perjanjian. Apa kata Undang-Undang? Undang-Undang No.13 tahun 2003 pasal 64 menyebutkan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Yang menjadi kesamaan adalah penyerahan pelaksanaan pekerjaan dan diatur dalam bentuk perjanjian tertulis.



Kenapa Outsourcing?
Sebetulnya penyerahan pekerjaan kepada pihak lain boleh dikatakan sudah ada sejak zaman dahulu. Pada saat ingin memperistri Rara Jonggrang, Raden Bandung diberikan syarat berupa harus sanggup membangun 1000 buah candi dalam waktu satu malam. Raden Bandung memanggil Bandawasa, jin peliharaannya, yang kemudian memanggil jin-jin yang lain. Untuk kondisi saat ini dimana budaya dalam rumah tangga sudah berubah, seorang istri tidak hanya berada di rumah melainkan juga membantu mencari nafkah untuk keluarga, banyak pekerjaan yang dilakukan oleh asisten rumah tangga mulai dari membersihkan rumah, menjaga rumah, sampai menjaga anak baseta (dibawah sepuluh tahun).
Bila melihat ilustrasi dari cerita diatas, penyerahan pekerjaan bisa terjadi disaat pekerjaan tersebut tidak bisa dilakukan sendiri. Baik karena tidak memiliki keahlian, atau yang sering kita dengar dengan kompetensi, maupun karena ada pekerjaan lain yang akan menyita perhatian lebih. Raden Bandung tentunya tidak memiliki kompetensi untuk membangun 1000 buah candi bila dibantu dengan manusia biasa. Suami dan istri yang bekerja tentunya memiliki sedikit kesempatan untuk bisa membersihkan maupun menjaga rumah ataupun siapa yang ingin anak yang belum bisa mandiri hidup tanpa pengawasan?
Penyerahan pekerjaan juga bisa dilakukan pada saat kondisi yang ada akan mengalami perubahan yang cukup drastis pada waktu singkat. Tentunya tanaman tidak akan selalu berbuah setiap saat, ada masa tanam diikuti dengan masa kembang kemudian masa panen. Bila masuk masa panen tentunya akan banyak hasil tanaman yang bisa diolah untuk di produksi, namun memasuki masa tanam kemudian proses tentu produksi akan berkurang kegiatannya. Produksi kemungkinan akan mengalami penurunan produktivitas yang sangat luar biasa pada saat menunggu hasil panen bila jumlah tenaga kerja tetap dipertahankan sama dengan pada saat masa panen. Mana yang lebih baik mempertahankan jumlah tenaga kerja namun lama kelamaan perusahaan akan mati karena harus menanggung beban fixed cost yang tidak sebanding dengan output yang dihasilkan atau dengan memanage jumlah tenaga kerja sehingga biaya operasional bisa disesuaikan?

Apa yang salah dengan outsourcing?
Melihat ilustrasi diatas tentunya tidak langsung menghakimi bahwa outsourcing disamakan dengan jin yang mempunyai kekuatan ataupun kompetensi yang diluar nalar maupun disamakan dengan asisten rumah tangga yang seakan sebagai penguasa di rumah atau seperti pekerja musiman yang bekerja pada saat dibutuhkan (habis manis sepah dibuang kemudian diberi pemanis lagi untuk dibuang lagi begitu seterusnya).
Outsourcing sebetulnya bisa menjadi suatu yang keren dan diminati banyak orang bila pemahamannya didudukan dengan benar. Sampai saat ini pengertian terhadap pekerjaan outsourcing adalah pekerjaan sepele yang tidak membutuhkan keahlian khusus atau pekerjaan tersebut bisa digantikan dengan cepat tanpa melalui pelatihan dan pendidikan khusus. Pengertian ini tidak sepenuhnya salah karena yang berkembang disini adalah hanya pekerjaan yang merupakan kegiatan penunjang perusahaan yang boleh dilakukan secara outsourcing.
Berangkat dari pengertian tersebut sehingga banyak perusahaan yang menganggap outsourcing adalah tenaga kerja kelas lima. Perusahaan tidak menerapkan win-win solution dengan tenaga outsourcing. Mereka akan cenderung mengintimidasi tenaga outsourcing untuk bekerja lebih keras atau siap-siap untuk digantikan dengan orang lain. Tidak jarang tenaga outsourcing yang digantikan hanya karena mereka menanyakan hak yang seharusnya mereka dapatkan.
Siapa yang mau dikatakan mengerjakan kegiatan penunjang perusahaan padahal pekerjaan tersebut dikerjakan dengan susah payah dan penuh perjuangan. Siapa yang mau diintimidasi dengan dikatakan banyak tenaga kerja lain diluar yang ingin bekerja atau saya bisa mendapatkan tenaga seperti kamu di perempatan trafic-light? Kalau kondisinya demikian, bagaimana dengan tenaga profesional yang dipekerjakan di perusahaan yang menganut project-based?
Ambil contoh perusahaan yang bergerak di bidang konsultansi. Perusahaan bekerja menurut project-based dan mungkin akan lebih efisien bila menggunakan associate consultant. Dengan associate consultant perusahaan tidak terbebani dengan fixed cost. Apakah associate consultant merupakan pekerjaan yang bisa digantikan dalam waktu cepat? Apakah menjadi associate consultant tanpa melalui pelatihan dan pendidikan? Kalau kita lihat penggunaan tenaga kerja asing, yang nota bene sebetulnya outsourcing juga, di suatu perusahaan. Sebetulnya mereka hanya boleh melakukan pekerjaan yang tidak menghambat proses produksi secara langsung. Tapi pada kenyataannya banyak yang melakukan pekerjaan seperti penjualan dan pemasaran hanya karena pelanggan berasal dari negara yang sama. Bagaimana dengan Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri? Mungkin sama, hanya peraturan yang sedikit berbeda mensyaratkan keahlian dan sertifikat khusus untuk melakukan suatu kegiatan.

Bagaimana memperbaiki outsourcing?
Dalam Undang-Undang sebetulnya Pemerintah sudah cukup jelas mendefinisikan dan mengatur penggunaan outsourcing. Dalam UU No.13 tahun 2003 menggariskan bahwa penyerahan pekerjaan kepada pihak ketiga harus melalui suatu perjanjian tertulis dan diketahui oleh kedua belah pihak. Disitu juga disebutkan bahwa penyerahan pekerjaan tersebut bisa bersifat pemborongan pekerjaan ataupun hanya penyediaan jasa pekerja/buruh. Lebih jauh lagi diatur bahwa pihak ketiga tersebut haruslah suatu bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Artinya diluar dari kondisi tersebut tidak bisa diklasifikasikan sebagai penyerahan pekerjaan dan akan lemah secara hukum.
Dari uraian diatas sebetulnya sudah jelas perlunya perjanjian tertulis sebagai bentuk persetujuan penyerahan pekerjaan kepada pihak ketiga. Yang menjadi masalah bila dalam perjanjian tersebut tidak secara detail dan jelas menggambarkan apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Sebagai contoh, sebuah perusahaan menggunakan tenaga kerja outsourcing waktu tertentu dan berganti selang 3 bulan. Yang bisa terjadi adalah pada bulan kesatu dan kedua tenaga kerja tersebut akan menunjukan dedikasi yang cukup tinggi, namun memasuki akhir dari perjanjian semangat maupun motivasi kerja akan menurun karena yang terbayang adalah hari besok yang tidak ada pekerjaan. Tentunya yang dirugikan adalah perusahaan yang menggunakan tenaga kerja tersebut karena tidak mudah memutuskan hubungan kerja. Perusahaan yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. Kembali sampai sejah mana perjanjian kerja mencakup risiko yang mungkin terjadi baik pihak pengusaha, perusahaan outsourcing, dan pekerja sendiri.
Bentuk dari penyerahan pekerjaan sebetulnya cukup jelas, borongan atau jasa tenaga kerja, hanya yang kemudian menjadi tidak jelas bila belum ada batasan maupun kriteria yang bisa digunakan untuk memisahkan kegiatan mana yang dapat atau tidak dapat dilakukan oleh pihak ketiga. Dalam UU disebutkan bahwa pekerjaan dapat diserahkan kepada perusahaan lain dengan syarat bahwa pekerjaan tersebut terpisah dari kegiatan utama, tidak melaksanakan kegiatan pokok atau yang berhubungan langsung dengan proses produksi, merupakan kegiatan penunjang, dan tidak menghambat proses produksi secara langsung. Lantas siapa yang berkewajiban mendefinisikan apakah suatu pekerjaan adalah utama maupun penunjang. Apakah bisa dimaklumi kalau dalam industri yang sama beberapa perusahaan memiliki keyakinan yang berbeda-beda untuk mendefiniskan pekerjaan utama atau penunjang. Suatu kondisi yang rumit dan rawan penyelewengan. Akan lebih mudah bila pasal tersebut tidak perlu ada karena sesungguhnya sulit memisahkan kegiatan yang ada dalam perusahaan. Pada dasarnya setiap kegiatan yang ada dalam perusahaan haruslah berguna bagi perusahaan tersebut dan tidak dipisahkan utama maupun penunjang. Atau tugas pemerintah berikutnya adalah menganalisa dalam suatu industri tertentu mana yang menjadi utama dan penunjang.
Dalam hal pihak penyedia jasa yang harus berbentuk badan usaha dan memiliki izin dari instansi tertentu tentunya suatu persyaratan yang wajib dipenuhi. Bila berbicara mengenai badan usaha tentunya berbicara mengenai manajemen. Bagaimana pengelolaan keuangan, operasi, dan SDM-nya. Rasanya Pemerintah sudah cukup bijaksana dalam hal ini hanya saja dalam hal pengeluaran izin pembentukan badan usaha jangan dicampuri dengan faktor politis maupun sosial. Dalam suatu pengajuan tentunya Pemerintah perlu mempertimbangkan kemampuan dan kualitas organisasi. Disatu sisi baik dengan peningkatan status organisasi namun buat apa bila hanya untuk sementara. Hal ini yang sering menjadi keruwetan disaat suatu perusahaan penyedia jasa tidak mampu mengelola tenaga kerjanya, perusahaan pengguna jasa yang akan menanggung akibatnya.
Berkaca pada beberapa kasus yang terjadi belakangan dimana perusahaan sering dengan penggunaan tenaga outsourcing, bila tenaga outsourcing ingin mendapat tempat terhormat dan bukan warga kelas lima, semestinya 3P (Pemerintah, Pengusaha, dan Pekerja) duduk bersama untuk merumuskan secara lebih jelas prosedur penggunaan outsourcing di masing-masing industri. Pengertian outsourcing harus segera diubah sebagai tenaga terampil yang profesional bukan lagi hanya tenaga kerja yang sifatnya membantu dan mengerjakan pekerjaan penunjang. Sehingga alasan untuk mendapatkan biaya operasional yang rendah tidak lagi menjadi alasan peruahaan dalam menggunakan tenaga outsourcing.

Ke depan bila perusahaan menyerahkan sebagian pekerjaan kepada pihak ketiga adalah berdasarkan ingin mendapatkan kualitas hasil pekerjaan yang lebih baik dan bukan pada pertimbangan harga murah semata. Outsourcing juga jangan hanya dianggap sebagai peredam terhadap kekurangan tenaga kerja. Jangan lagi permintaan outsourcing diadakan tanpa ada suatu perencanaan. Perlu dipahami bahwa pengadaan tenaga outsourcing juga perlu suatu perencanaan dan perusahaan penyedia juga butuh waktu agar bisa memberikan tenaga yang profesional dan kompeten. Pengusaha jangan lagi memandang rendah terhadap tenaga outsourcing dan perusahaan penyedia juga jangan melupakan pengembangan dan jaminan hidup pekerja outsourcing. Dan akhirnya tenaga kerja outsourcing dapat bekerja dengan lebih profesional.

Thursday, July 3, 2014

Cara Mengatasi Permasalahan Pada Pemukiman Kumuh

Slum atau permukiman kumuh bisasanya digunakan untuk menggambarkan permukiman yang tumbuh secara spontan di perkotaan yang mempunyai kualitas perumahan di bawah standar minimal dalam lingkungan  yang kurang sehat dan tidak didukung oleh jasa pelayanan kota seperti air minum, sanitasi, drainase (gorong-gorong), jalur pejalan kaki dan jalan akses darurat. Ciri lain permukiman kumuh adalah tingkat kepadatan yang tinggi dan kurangnya akses ke fasilitas sekolah, kesehatan, ruang bersama dsb. Status permukiman kumuh seringkali tidak jelas baik dari status administrasi dan hukum tanah, maupun kesesuaian dengan rencana tata ruang kota. Terkait status hukum atas tanah, biasanya hal ini yang membedakan permukiman kumuh (slum) dengan pemukiman liar (squatter). 
Menurut definisi UN-Habitat, rumah tangga dalam permukiman kumuh (slum household) adalah kelompok individu yang tinggal di bawah satu atap di daerah perkotaan yang tidak mempunyai salah satu dari indikator berikut: 
1.      Rumah yang kokoh, yang dapat melindungi penghuninya dari kondisi cuaca yang ekstrim 
2.      Ruang huni yang cukup, yang berarti tidak lebih dari 3 orang menghuni 1 ruang bersama
3.      Akses yang mudah ke air bersih (aman) dalam jumlah yang cukup dan harga yang terjangkau
4.      Akses ke sanitasi yang memadai, dalam bentuk toilet pribadi atau MCK bersama
5.      Kepastian atau rasa aman bermukim (secure tenure), yang dapat melindungi penghuninya dari penggusuran paksa.

Mengapa Permukiman Kumuh Berkembang? 
Permukiman kumuh bukan fenomena baru. Beberapa istilah permukiman kumuh di negara lain adalah barios (Venezuela), favela (Brazil),  katchi abadi (Pakistan), basti (Bangladesh), kampung kumuh (Indonesia), skidrow (UK), ghetto (USA), shanty town.  Banyak permukiman kumuh mempunyai sejarah panjang di kota-kota dunia, terutama pada tahun-tahun awal terjadinya urbanisasi dan industrialiasi dimana terjadi migrasi besar-besaran penduduk desa ke kota. Permukiman kumuh adalah salah satu cara masyarakat miskin mengatasi persoalan perumahan yang terjangkau. 
Dari pengamatannya di beberapa negara di Amerika Latin di tahun 1960-an, John Turner menyebutkan permukiman ini sebagai permukiman mandiri (autonomous settlement), dimana pemecahan masalah dilakukan oleh masyarakat sendiri sesuai kemampuan mereka sendiri (Turner 1976). Permukiman semacam ini mempunyai potensi untuk menjadi lebih sehat atau teratur melalui bantuan prasarana, pengaturan dan pendampingan masyarakat. Ada dua alasan mengapa permukiman kumuh tetap berkembang. Alasan tersebut adalah pertumbuhan penduduk dan tata-kelola kepemerintahan (governance). 
1.      Pertumbuhan Penduduk
Tingkat pertumbuhan penduduk dunia di perkotaan semakin tinggi. Pertumbuhan ini dapat berasal melalui migrasi dari perdesan ke perkotaan, migrasi antar kota, maupun pertumbuhan penduduk alami. Beberapa faktor terjadinya mirgasi ke kota adalah karena faktor dorong dan tarik. Faktor dorong misalnya terjadinya bencana alam atau perubahan ekologi yang mengakibatkan berkurangnya peluang kerja, sedangkan faktor tarik ke kota karena adanya peluang kerja lebih baik, fasilitas pendidikan dan kesehatan yang baik. Penghasilan yang rendah dari bidang pertanian merupakan faktor lain yang menyebabkan migrasi ke kota. Perubahan iklim yang terjadi sekarang ini sangat mempengaruhi masa dan hasil panen. Banyak petani terlilit hutang dan kehilangan tanah, serta terpaksa mencari lapangan kerja lain di kota. Migrasi ke kota juga merupakan strategi hidup masyarakat perdesaan. Seringkali migrasi terjadi secara temporer dan rutin, di mana masyarakat desa pergi ke kota dan mencari peluang kerja dengan menjadi pedagang kaki lima atau berjualan di warung. Setelah mengumpulkan sejumlah uang, mereka akan kembali ke desa. 

2.      Tata-kelola pemerintahan (governance)
Tata-kelola pemerintah yang kurang baik juga dapat memicu pertumbuhan permukiman kumuh. Pemerintah seringkali tidak mengakui hak masyarakat miskin dan melibatkan mereka dalam proses perencanaan. Hal ini justru mendukung pertumbuhan permukiman kumuh. Respon pemerintah yang lamban dalam menanggapi urbanisasi juga memicu pertumbuhan kumuh.
Urbanisasi membutuhkan perumahan yang terjangkau yang justru tidak mampu disediakan pemerintah atau swasta. Karena ketidak tersediaan hunian terjangkau, masyarakat miskin mencari peluang sendiri untuk memenuhi kebutuhannya akan hunian dengan menempati tanah dan membangun gubuknya, atau menyewa rumah petak yang ada tanpa mempedulikan status tanahnya. 
Sikap pemerintah terhadap urbanisasi bervariasi – ada yang membuat kebijakan ‘kota tertutup’ (seperti Jakarta di tahun 1970-an), ada yang menggusur masyarakat miskin di permukiman liar (masih terjadi di Indonesia), ada pula yang pasif dan cenderung mendiamkan pertumbuhan permukiman spontan karena tidak mempunyai instrumen untuk menanganinya. 
Catatan statistik terkait penghuni permukiman kumuh yang berstatus liar (squatter) belum jelas atau kadang-kadang tidak ada karena pencatatan penduduk oleh pemerintah dianggap oleh para penghuni liar sebagai salah satu bentuk ‘pengakuan’ pemerintah terhadap keberadaan mereka di kota. 
Pendekatan untuk Mencegah Permukiman Kumuh Baru Menurut Cities Alliance (lembaga internasional yang menangani hibah, pengetahuan dan advokasi untuk kepentingan peningkatan permukiman kumuh di dunia) ada beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk mencegah pertumbuhan permukiman kumuh baru.
Salah satu adalah mengakui bahwa urbanisasi akan tetap terjadi dan pemerintah perlu merencanakan di mana pendatang baru akan tinggal. Kebijakan alternatif untuk mengembangkan perdesaan masih dianggap kurang efektif. Meskipun demikian India mengadopsi kebijakan ini karena 75% wilayah India masih merupakan perdesaan. 

Secure Tenure atau kepastian bermukim adalah hak setiap individu dan kelompok atas perlindungan negara terhadap penggusuran yang tidak sesuai prosedur hukum atau persepsi akan terjadi penggusuran. Kepastian bermukim (Secure Tenure) Hak atas tanah adalah hak individu atau kelompok untuk menghuni atau menggunakan sebidang tanah. Hak atas tanah dapat berupa hak milik atau hak sewa.  Kejelasan hak atas tanah memberikan keyakinan akan masa depan - rasa aman karena kejelasan hak (sewa ataupun milik) akan meningkatkan kestabilan jangka panjang dan mengakibatkan penghuni berkeinginan berinvestasi untuk peningkatan kualitas rumah dan lingkungan mereka.
Perbaikan secara bertahap oleh masyarakat dapat meningkatkan kualitas komunitas.  Perlu ada kerangka kerja yang jelas tentang kepastian bermukim. Seringkali masyarakat permukiman kumuh menghadapi berbagai hambatan untuk memiliki atau memperoleh kejelasan hak atas tanah dan hak atas hunian yang layak. Pasar tanah pada umumnya agak disfungsional dan peraturan yang ada menyulitkan pemerintah daerah untuk mencari tanah terjangkau dan berada di lokasi yang strategis bagi penghuni permukiman kumuh yang padat. Pengendalian tanah seringkali terkait dengan kekuatan politik dan korupsi, sehingga menyulitkan memperoleh informasi tentang penguasaan dan kepemilikan tanah, penggunaan dan ketersediaan tanah. 

Hak warga kota
Masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh adalah bagian dari penduduk perkotaan, dan seharusnya mempunyai hak yang sama atas kesehatan dan pelayanan dasar kota. Hak ini seringkali dibatasi oleh kemampuan pemerintah dalam mewujudkan pelayanan dasar ini. 
Proses merealisasi hak penghuni permukiman kumuh tergantung pada kapasitas mereka untuk berinteraksi dengan pemerintah. Salah satu kunci adalah menciptakan ‘ruang’ dimana masyarakat permukiman kumuh dan pemerintah dapat saling berdialog tentang peluang-peluang meningkatkan komunitas permukiman kumuh. Melalui dialog, setiap pihak dapat meletakkan hak dan tanggung jawab, serta merancang program peningkatan permukiman kumuh yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Apabila proses ini tidak dipahami oleh masyarakat dan pemerintah, maka akan sulit program ini berhasil.

Peningkatan Permukiman Kumuh (Slum Upgrading)
Slum upgrading atau peningkatan permukiman kumuh merupakan suatu proses dimana permukiman informal ditingkatkan secara bertahap, di’formal’kan dan dijadikan bagian dari kota, melalui perluasan jasa pelayanan ekonomi, sosial, kelembagaan dan komunitas kepada para penghuni permukiman kumuh. Peningkatan permukiman kumuh bukan hanya bicara tentang air bersih, drainase (gorong-gorong) atau perumahan, tapi lebih banyak memberikan perhatian pada bagaimana menggerakan kegiatan social ekonomi, kelembagaan dan komunitas agar kehidupan masyarakat dapat terangkat. Kegiatan ini perlu ditangani secara bersama-sama dengan pihak-pihak yang terlibat – baik warga penghuni, kelompok masyarakat, pengusaha dan pemerintah (tingkat pusat dan daerah).
Kegiatan ini juga mencakup penyediaan jasa pelayanan dasar seperti perumahan, jalan, pedestrian, drainase, air bersih, sanitasi dan pembuangan sampah. Akses ke pendidikan dan pelayanan kesehatan juga dianggap sebagai bagian dari peningkatan kualitas. Salah satu komponen utama dalam peningkatan permukiman kumuh adalah meningkatkan status tanah (misalnya sertifikat tanah dan surat perjanjian pemanfaatan tanah) atau status administrasi permukiman (misalnya memberikan status RT/RW) sehingga dapat menjadi bagian dari kota. 
Pada akhirnya, upaya meningkatkan permukiman kumuh mempunyai tujuan untuk menciptakan dinamika dalam komunitas dimana tumbuh rasa pemilikan, manfaat dan investasi di dalam permukimannya. Mengapa Peningkatan Permukiman Kumuh Penting? 
Alasan utama peningkatan permukiman kumuh adalah agar masyarakat mempunyai hak dasar untuk hidup dengan martabat dan dalam kondisi yang layak. Meskipun kebanyakan masyarakat permukiman kumuh adalah migran, bukan alasan untuk tidak memberikan peluang hidup yang baik. Di tingkat yang lain, menjadi perhatian kota untuk meningkatkan permukiman kumuh dan mencegah pembentukan permukiman kumuh baru. Bila permukiman kumuh mengalami kemunduran kualitas, maka pemerintah dapat kehilangan kendali atas penduduk tersebut dan permukiman kumuh tersebut menjadi daerah dengan tingkat kejahatan tinggi dan kemungkinan penularan penyakit yang berpengaruh pada seluruh kota.
Manfaat peningkatan permukiman kumuh untuk kota adalah:
v  Meniningkatkan keterlibatan masyarakat dalam kota – termasuk mengatasi masalah illegalitas, hambatan mengakses jasa pelayanan kota, akses ke kredit dan perlindungan sosial bagi kelompok masyarakat rentan
v  Mendorong pengembangan ekonomi – peningkatan permukiman kumuh dapat mendorong sumberdaya ekonomi yang ada 
v  Menjawab isu kota tentang penurunan kualitas lingkungan, peningkatan sanitas, penarikan investasi dan menurunkan tingkat kejahatan
v  Meningkatan kualitas kehidupan. Peningkatan permukiman kumuh meningkatkan kualitas kehidupan komunitas dan kota secara keseluruhan dengan memberikan kejelasan status kewargakotaan, peningkatkan kualitas hidup, meningkatkan keamanan dan kepastian tinggal.
v  Meningkatkan penyediaan hunian bagi masyarakat miskin dengan keterlibatan masyarakat - merupakan cara paling efektif karena dapat dilakukan dalam skala besar dengan biaya rendah. 

Belajar dari Program Peningkatan Permukiman Kumuh Kampung Improvement Program (KIP) – Indonesia 
Program  Kampung Improvement Program (KIP) dipelopori Indonesia di kota Jakarta dan Surabaya pada tahun 1969 dan menjadi program nasional di kota-kota Indonesia dengan dukungan Bank Dunia. Pada awalnya dilakukan secara top-down tapi dalam perkembangannya semakin melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
Di Jakarta lebih dari 500 kampung yang meliputi 3.8 juta penduduk diperbaiki melalui KIP. Namun kritik utama terhadap KIP di Jakarta adalah lokasi yang sudah diperbaiki justru menjadi sasaran pengembangan pusat bisnis. Harga tanah meningkat setelah KIP dan menjadikan proyek pengembangan pusat bisnis menjadi sangat mahal. 
Di Surabaya, program KIP berhasil dikembangkan menjadi KIP Komprehensif yang melibatkan masyarakat melalui pendekatan Tri-Daya (sosial, ekonomi dan fisik lingkungan)  dan mengupayakan ijin bangunan dan sertifikasi tanah. Pemerintah Daerah Surabaya bekerja sama dengan Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS) dalam pengembangan konsep dan program ini. Keterlibatan masyarakat diwujudkan dalam bentuk pengorganisasian Dewan atau Badan Pemberdayaan Masyarakat dan koperasi untuk kredit mikro dan dana bergulir. Program KIP Surabaya berhasil mendapat penghargaaan The Aga Khan Award for Architecture (1986), the UNEP Award (1990), the Habitat Award (1991). Program KIP Surabaya banyak ditiru oleh kota dan negara lain, seperti Pekalongan, Solo, dan Thailand. Bahkan program di Thailand menjadi lebih besar dan berhasil. Program KIP di Indonesia masih dilanjutkan di Surabaya. Di tingkat nasional program semacam ini diadopsi dengan beragam nama tergantung kemasan proyek dan donor misalnya Peningkatan Kualitas Kampung, Bedah Kampung, NUSSP, P2KP, dan lain sebagainya yang dilakukan oleh instansi penerima bantuan. Akan tetapi sekarang masih sedikit kebijakan-strategi dan rencana aksi penanganan permukiman kumuh yang disepakati bersama secara nasional. 
Peran Pemerintah Daerah untuk program peningkatan kualitas permukiman kumuh menjadi semakin besar setelah otonomi daerah. Beberapa kota berhasil melakukan program peningkatan permukiman kumuh dengan pendekatan yang komprehensif dan mensinergikan sumber daya yang ada misalnya Surabaya, Solo dan Pekalongan. Bahkan kota Pekalongan dan Solo sudah pernah mendapatkan predikat ‘Good Practice’ dari panitia Dubai Award for Best Practices in Improving the Living Environment tahun 2008. 

Program Baan Mankong – Thailand 
Community Organizations Development Institute (CODI) adalah organisasi publik independen yang dibentuk pemerintah Thailand (dibawah Kementerian Pembangunan Sosial)  pada tahun 2000 dengan menggabungkan Urban Community Development Office (UDCO) dan Rural Development Fund (RDF). Menurut Somsook Boonyabancha, Direktur Eksekutif CODI (2000-2009), CODI justru belajar dari program KIP Indonesia dan mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan dan budaya masyarakat Thailand. Program Baan Mankong, yang berarti ‘secure housing atau perumahan aman, diluncurkan pada tahun 2003. Program ini menempatkan komunitas dan jaringannya sebagai pusat dari proses pengembangan solusi yang komprehensif untuk masalah tanah dan perumahan di kota-kota Thailand. Sistem perencanaan konvensional yang top-down digantikan dengan pengelolaan program berbasis masyarakat, di mana masyarakat menjadi pelaksana kegiatan yang mereka rencanakan dan prakarsai, dengan dukungan dari sistem jaringan komunitas, LSM, akademisi dan institusi pendidikan. 
Ada 5 strategi yang diterapkan dalam program Baan Mankong:
1.      peningkatan permukiman kumuh yang disebut in-situ,
2.      reblocking atau land readjustment,
3.      land sharing di mana ada perjanjian sewa atau perjanjian pemanfaatan tanah antara pemilik tanah dengan masyarakat,
4.      rekonstruksi atau pembangunan kembali dan
5.      relokasi. 

Untuk scaling-up proyek ini digunakan 4 pendekatan yaitu: 
o   Proyek uji coba yang dapat menjadi percontohan dan dikunjungi mereka yang ingin belajar dari pengalaman proyek tersebut
o   Pengembangan pusat pembelajaran di beberapa kota yang sudah berhasil melakukan peningkatan kualitas permukiman kumuh
o   Peresmian proyek yang dapat dikunjungi dan dilihat banyak orang 
o   Pertukaran pengalaman antar pelaku pembangunan permukiman kumuh

Langkah ke Depan 
Untuk mendukung Asia Pacific Ministerial Conference on Housing and Urban Development (APMCHUD), Kelompok Kerja Permukiman Kumuh Indonesia telah mengidentifikasikan beberapa bidang yang perlu mendapat perhatian untuk peningkatan permukiman kumuh, yaitu: 
1.      Pengembangan sektor informal dan bisnis mikro
2.      Perkuatkan peran perempuan dan organisasi masyarakat dalam peningkatan permukiman kumuh
3.      Pengembangan kebijakan dan program berbasis komunitas 
4.      Peningkatan peran serta masyarakat dan pendekatan skala kota untuk penanganan permukiman kumuh 
5.      Penguatan sistem pembiayaan peningkatan permukiman kumuh
6.      Hasil Kelompok Kerja merekomendasikan perlunya dukungan bagi Pemerintah Daerah yang melakukan peningkatan permukiman kumuh skala kota, serta peningkatan peran Pemerintah sebagai ‘pemberdaya’ (enabler) dan penguatan sistem peningkatan permukiman kumuh berbasis komunitas.
7.      Di tingkat nasional perlu ada kebijakan strategi mengenai peningkatan permukiman kumuh dan road-map bagaimana tujuan yang telah dicanangkan dalam RPJMN 2025 dapat dicapai. Mudah-mudahan dengan adanya Slum Alleviation Policy and Action Plan (SAPOLA) yang didukung Cities Alliance di tahun 2011 dapat segera dirumuskan suatu kebijakan dan rencana aksi yang disepakati bersama para pemangku kepentingan.

Saturday, June 28, 2014

Masalah Ketenagakerjaan

Tidak ada satupun negara yang tidak terlepas dari masalah ketenagakerjaan ini, baik itu negara maju maupun negara berkembang. Hanya saja permasalahan yang dihadapi antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang dalam menghadapi permasalahan ketenagakerjaan memiliki bentuk masalah berbeda sehingga juga memiliki cara pemecahan masalah yang berbeda pula.
Masalah ketenagakerjaan di negara-negara berkembang, termasuk halnya di Indonesia, berkaitan dengan sempitnya peluang kerja, rendahnya mutu tenaga kerja, tingginya angka pengangguran, rendahnya gaji dan upah, dan jaminan sosial yang kecil bahkan nyaris tidak ada.
Permasalahan ketenagakerjaan ini harus mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta. Masalah ketanagakerjaan merupakan masalah pokok yang harus dihadapi oleh negara dan masyarakat Indonesia untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur. Oleh karena itu pemerintah harus merangkul swasta untuk bersama-sama mengurangi dan menuntaskan masalah ketenagakerjaan di Indonesia ini.
Banyak hal yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi masalah ketenagakerjaan diantaranya dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan ketenagakerjaan. Kebijakan-kebijakan tersebut diwujudkan dalam usaha konkret, yaitu memperluas kesempatan kerja dan lapangan kerja serta meningkatkan mutu tenaga kerja.
Namun sebelum kita masuk ke dalam pembahasan selanjutnya yakni pemecahan masalah ketenagakerjaan di Indonesia. Kita terlebih dulu mengidentifikasikan masalah-masalah apa yang dihadapi oleh negara Indonesia dalam hal ketenagakerjaan ini. Permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia meliputi hal-hal sebagai berikut.
1.      Jumlah Angkatan Kerja yang Besar
2.      Kualitas Tenaga Kerja Relatif Rendah 
3.      Persebaran Tenaga Kerja Tidak Merata 
4.      Kesempatan Kerja Masih Terbatas 
5.      Pengangguran


Solusi Pemecahan Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia
Adapun metode yang kita gunakan dalam memecahkan masalah ketenagakerjaan di Indonesia adalah dengan mengidentifikasi satu masalah kemudian disusul dengan solusi pemecahannya, kemudian beralih ke permasalahan berikutnya hingga akhir masalah secara berurutan. Hal ini kita maksudkan untuk mempermudah pemahaman dan fokus kepada masalah yang kita paparkan.

Masalah Pertama: Jumlah Angkatan Kerja yang Besar 
Pemecahan masalahnya:
Jumlah angkatan kerja yang besar disebabkan karena tingginya tingkat kelahiran atau pertubuhan penduduk. Maka solusi yang harus dilakukan pemerintah dalam menekan atau mengurangi tingginya tingkat pertumbuhan penduduk yaitu dengan memaksimalkan pelaksanaan program keluarga berencana.
Pemaksimalan program keluarga berencana dapat dilakukan dengan cara sosialisasi dan penyuluhan KB secara intens kepada masyarakat, khususnya kepada pasangan yang baru menikah. Sehingga semakin tumbuh kesadaran masyarakat akan pentingnya program keluarga berencana. Hal ini juga bisa dilakukan dengan membatasi usia nikah sehingga dapat menekan terjadi pernikahan dini.
Jika program KB berjalan baik, maka jumlah angka pertumbuhan atau kelahiran akan menurun, demikian pula angkatan kerja semakin berkurang. Apabila penurunan jumlah angkatan kerja yang berkurang ini, diikuti dengan peningkatan jumlah lapangan kerja, maka jumlah penggangguran juga berkurang.

Masalah Kedua: Kualitas Tenaga Kerja Relatif Rendah 
Penyebab rendahnya kualitas tenaga kerja di Indonesia diantaranya karena rendahnya pendidikan, kurikulum pendidikan yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang tersedia, kurangnya pelatihan dan pemagangan kerja.
Pemecahan masalahnya:
1.      Untuk mengatasi masalah rendahnya kualitas tenaga kerja dapat dilakukan dengan cara melakukan pelatihan kerja. Pelatihan kerja ini merupakan kegiatan pengembangan keahlian dan keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan dan persyaratan pekerjaan. Dengan demikian melalui pelatihan kerja ini diharapkan dapat meningkatkan profesionalitas kerja para tenaga kerja. Pelatihan kerja ini dapat dilakukan dengan mendirikan Balai Latihan Kerja di berbagai daerah.
2.      Pemagangan. Pemagangan ini sebenarnya merupakan bagian dari pelatihan kerja, namun pemagangan ini langsung dilakukan di tempat kerja. Tujuan pemagangan adalah untuk memantapkan profesionalitas tenaga kerja. Hal ini dapat diterapkan di sekolah-sekolah khususnya sekolah kejuruan (SMK) seperti yang dilakukan saat ini. Pemagangan harus dilakukan sesuai dengan jurusan atau jenis pekerjaan yang digelutinya. Salah satu contoh: SMK bidang keuangan hendaknya melakukan pemagangan di perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan keuangan.
3.      Meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat melalui pendidikan formal maupun nonformal. Melalui pendidikan formal, ini dapat dilakukan melalui program wajib belajar 9 tahun seperti saat ini di lakukan, membenahi kurikulum pendidikan untuk mendapatkan sistem pendidikan yang sesuai dengan bursa tenaga kerja, seperti membuka sekolah menengah kejuruan (SMK) di seluruh daerah. Sedangkan melalui pendidikan norformal dapat dilakukan dengan memberikan kursus-kursus atau pelatihan-pelatihan kerja, pelatihan kewirausahaan untuk membuka lapangan kerja baru, dan lain sebagainya.
4.      Membenahi upah dan gaji tenaga kerja. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para tenaga kerja, sehingga memiliki efek yang positif pada peningkatan mutu dan produktivitas kerja. Hal ini dapat dilakukan dengan cara diantaranya: meningkatkan upah minimum provinsi (UMP), mengikutkan pekerja dalam program asuransi jaminan sosial, meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja dalam perusahaan, dan perusahaan harus memenuhi hak-hak karyawan seperti hak cuti dan tunjangan hari raya.
5.      Peningkatan Gizi dan Kesehatan. Selain apa yang telah kita sebutkan tadi, kualitas atau mutu tenaga kerja dapat juga dilakukan dengan program peningkatan gizi dan kesehatan. Dengan gizi yang baik, maka kesehatan tenaga kerja juga akan baik sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja.


Masalah Ketiga: Persebaran Tenaga Kerja Tidak Merata
Persebaran tenaga kerja tidak merata disebabkan karena terkonsentrasi (terpusat)nya penduduk Indonesia di Pulau Jawa. Hampir 60 % penduduk Indonesia berada di pulau Jawa. Kondisi ini dapat menimbulkan dampak semakin banyaknya jumlah pengangguran di pulau Jawa, sedangkan di luar pulau Jawa pembangunan akan terhambat karena kekurangan tenaga kerja untuk mengolah sumber daya yang ada.

Pemecahan Masalahnya:
Untuk pemecahan masalah tersebut, pemerintah juga telah mengeluarkan beberapa kebijakan dalam rangka pemerataan pesebaran tenaga kerja. Berikut ini beberapa kebijakan yang dilakukan pemerintah.
1.      Mengadakan transmigrasi, yaitu usaha memeratakan penduduk dari daerah padat ke daerah yang masih sedikit penduduknya. Contoh, memindahkan penduduk Pulau Jawa ke Pulau Kalimantan dengan membuka lapangan kerja baru.
2.      Pemberdayaan tenaga kerja. Hal ini dilakukan dengan cara mengirim angkatan kerja dari daerah yang kelebihan tenaga kerja ke daerah yang kekurangan tenaga kerja atau pun ke negara lain yang kekurangan tenaga kerja.
3.      Pengembangan usaha sektor informal di daerah-daerah, seperti pengembangan usaha-usaha kerajinan. Misalnya, usaha batik, anyaman tikar, kerajinan kayu, dan lain-lain.

Masalah Keempat: Kesempatan Kerja Masih Terbatas 
Kesempatan kerja masih terbatas disebabkan karena jumlah angkatan kerja masih lebih besar dari peluang kerja atau kesempatan kerja yang tersedia.

Pemecahan Masalahnya:
Untuk mengatasi terbatasnya kesempatan atau peluang kerja ini dapat dilakukan dengan cara pengembangan industri padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja yang besar. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan penanaman modal dalam negeri. Usaha lainnya yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah terbatasnya lapangan kerja ini adalah dengan pengembangan pekerjaan umum, seperti pengadaan proyek pembangunan jalan, pembuatan saluran air, irigasi, pembuatan jembatan, dan perbaikan jalan.

Masalah Kelima: Pengangguran

Masalah pengangguran ini disebabkan oleh keempat masalah yang disebutkan di atas, oleh karena itu pengangguran dapat di tekan atau diperkecil bila keempat masalah tadi juga sudah dapat diatasi. Pengangguran di samping disebabkan oleh keempat masalah tadi, bisa juga terjadi karena sering terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan ketergantungan angkatan kerja pada lowongan pekerjaan yang disediakan oleh pemerintah dan perusahaan. Mereka lebih suka menunggu lowongan pekerjaan dibuka, jarang sekali angkatan kerja yang berkeinginan untuk menciptakan lapangan kerja sendiri melalui kegiatan wirausaha.

Thursday, June 26, 2014

Seks Bebas dalam Remaja


Definisi Seks Bebas dalam Remaja
“Seks bebas dalam remaja adalah hubungan seksual yang dilakukan diluar ikatan pernikahan, baik suka sama suka atau dalam dunia prostitusi” (Arsyandita, 2010). Pengertian seks bebas menurut Kartono (1977) merupakan perilaku yang didorong oleh hasrat seksual, dimana kebutuhan tersebut menjadi lebih bebas jika dibandingkan dengan sistem regulasi tradisional dan bertentangan dengan sistem norma yang berlaku dalam masyarakat (“Pengertian Seks Bebas”, 2012). Jadi, kesimpulannya pengertian seks bebas dalam remaja adalah perilaku yang melanggur aturan hukum dan membawa dampak yang buruk bagi masyrakat. Seks bebas juga melanggar etika dan moral yang sudah diajarkan menurut agama dan aturan negara.


Faktor yang Memengaruhi Seks Bebas dalam Remaja
Faktor yang memengaruhi seks bebas dalam remaja adalah faktor internal dan faktor eksternal. Selain faktor tersebut, ada faktor umum lainnya yang menyebabkan terjadinya seks bebas, yaitu (a) pergaulan, (b) pornografi, (c) pengaruh obat-obatan, dan (d) gaya hidup. Pertama, pergaulan, merupakan salah satu pengaruh besar terhadap hidup. Jika seseorang mempunyai lingkungan pergaulan yang sering melakukan seks bebas, maka harus waspada. Jika tidak maka akan mudah terpengaruh dan jatuh ke dalam pergaulan yang buruk.  Kedua, pengaruh materi pornografi, jika seseorang sudah mengakses materi pornografi maka ini bisa mendorong untuk melakukan seks bebas. Ketiga, pengaruh obat-obatan, ketika seseorang dipengaruhi oleh obat-obatan maka seseorang sulit untuk mengendalikan dirinya dan dapat mendorong untuk melakukan seks bebas. Keempat, gaya hidup, ketika seseorang sudah menjadikan seks bebas menjadi gaya hidup maka perlu merubah menjadi gaya hidup yang benar.

Akibat Melakukan Seks Bebas
Terdapat beberapa akibat melakukan seks bebas, yaitu (a) menciptakan kenangan buruk, (b) mengakibatkan kehamilan, (c) penularan penyakit, dan (d) menggugurkan kandungan (aborsi). Pertama, menciptakan kenangan buruk, apabila seseorang terbukti melakukan seks bebas maka secara moral akan memiliki rasa bersalah. Kedua, mengakibatkan kehamilan, kehamilan yang terjadi akibat seks bebas menjadi beban mental yang luar biasa. Ketiga, penularan penyakit, penyakit kelamin akan menular melalui pasangan dan keturunannya. Salah satu virus yang bisa ditularkan melalui hubungan seks adalah virus HIV. Keempat, Menggugurkan kandungan (aborsi), aborsi merupakan tindak ilegal dan melanggar hukum. Aborsi dapat mengakibatkan kemandulan bahkan Kanker Rahim. Menggugurkan kandungan dengan cara aborsi tidak aman, karena dapat mengakibatkan kematian.
Bahaya kehamilan pada remaja, yaitu (a) hancurnya masa depan remaja, (b) remaja wanita yang terlanjur hamil mengalami kesulitan karena jiwa dan fisiknya belum siap, (c) pasangan pengantin remaja sebagian besar diakhiri oleh perceraian, (d) pasangan pengantin remaja sering menjadi cemooh lingkungan sekitarnya, (e) remaja wanita yang berusaha menggugurkan kandungan dengan tenaga non medis sering mengalami kematian strategis, (f) pengguguran kandungan oleh tenaga medis dilarang oleh undang-undang, dan (g) bayi yang dilahirkan perkawinan remaja sering mengalami gangguan kejiwaan saat ia dewasa.

Solusi Mengatasi Seks Bebas

Terdapat dua solusi yang dapat digunakan untuk mencegah remaja untuk melakukan seks bebas yaitu (a) bimbingan rohani, (b) memberikan ajaran moral, dan (c) bergaul dengan teman yang baik. Pertama, bimbingan rohani, seseorang terutama remaja sangat membutuhkan bimbingan rohani dalam kehidupannya. Ketika kehidupan remaja sudah dibimbing dalam kerohanian maka dia tau akan etika-etika beragama yang diajarkan. Bimbingan rohani atau agama sangat mempengaruhi kehidupan seseorang terutama untuk anak remaja. Kedua, memberikan ajaran moral, seorang remaja membutuhkan ajaran moral yang baik untuk kehidupannya sehari-hari. Ajaran moral yang baik membuat remaja mempunyai etika dan moral yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, bergaul dengan teman yang baik, pergaulan memberi pengaruh besar kepada kehidupan seseorang. Ketika seseorang sudah bergaul dengan teman yang tidak baik, maka memiliki risiko yang besar untuk terpengaruh dalam pergaulan tersebut. Maka sebagai remaja harus tahu berteman dan bergaul dengan teman-teman yang baik.

Wednesday, June 25, 2014

Cara Tepat Memilih Alat Kontrasepsi Keluarga Berencana bagi Wanita

Pendahuluan
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita, meskipun tidak selalu diakui demikian. Untuk optimalisasi manfaat kesehatan KB, pelayanan tersebut harus disediakan bagi wanita dengan cara menggabungkan dan memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi utama dan yang lain. Juga responsif terhadap berbagai tahap kehidupan reproduksi wanita. Peningkatan dan perluasan pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita.
Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit. Tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia, tetapi juga karena metode-metode tersebut mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individual, dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi. Dalam memilih suatu metode, wanita harus menimbang berbagai faktor, termasuk status kesehatan mereka, efek samping potensial suatu metode, konsekuensi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, besarnya keluarga yang diinginkan, kerjasama pasangan, dan norma budaya mengenai kemampuan mempunyai anak.
Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Namun demikian, meskipun telah mempertimbangkan untung rugi semua kontrasepsi yang tersedia, tetap saja terdapat kesulitan untuk mengontrol fertilitas secara aman, efektif, dengan metode yang dapat diterima, baik secara perseorangan maupun budaya pada berbagai tingkat reproduksi. Tidaklah mengejutkan apabila banyak wanita merasa bahwa penggunaan kontrasepsi terkadang problematis dan mungkin terpaksa memilih metode yang tidak cocok dengan konsekuensi yang merugikan atau tidak menggunakan metode KB sama sekali.
Perasaan dan kepercayaan wanita mengenai tubuh dan seksualitasnya tidak dapat dikesampingkan dalam pengambilan keputusan untuk menggunakan kontrasepsi. Banyak wanita tidak bersedia mengubah siklus normalnya, karena takut bahwa perdarahan yang lama dapat mengubah pola hubungan seksual dan dapat mendorong suami berhubungan seks dengan wanita lain. Siklus yang memanjang atau perdarahan intermiten dapat membatasi partisipasi dalam aktivitas keagamaan maupun budaya. Oleh karena itu, pendapat suami mengenai KB cukup kuat pengaruhnya untuk menentukan penggunaan metode KB oleh istri. Karena wanita mempunyai semacam kendali apabila mereka bertanggung jawab dalam penggunaan kontrasepsi. Dilain pihak, mereka juga dapat merasa kecewa karena harus menolak permintaan seks pasangannya dan memikul beban berat dari setiap efek samping dan risiko kesehatan. Wanita mungkin takut, karena alasan kesopanan atau rasa malu, untuk berbicara dengan pasangannya, baik tentang KB maupun menolak keinginan pasangannya untuk berhubungan ataupun mempunyai anak. Akhirnya, beberapa wanita memilih menggunakan kontrasepsi tanpa sepengetahuan pasangannya.
Dalam tulisan ini akan diuraikan beberapa cara dan pemakaian alat kontrasepsi, serta kelebihan dan kekurangan masing-masing kontrasepsi. Tulisan ini diharapakan dapat memberi masukan dan menambah pengetahuan bagi wanita untuk memilih alat kontrasepsi yang tepat.


Berbagai Cara Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti ‘mencegah’ atau ‘melawan’ dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut. Ada dua pembagian cara kontrasepsi, yaitu cara kontrasepsi sederhana dan cara kontrasepsi moderen (metode efektif).
  1. Cara Kontrasepsi Sederhana
Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi dengan alat/obat. Kontarsepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan senggama terputus dan pantang berkala. Sedangkan kontarsepsi dengan alat/obat dapat dilakukan dengan menggunakan kondom, diafragma atau cup, cream, jelly, atau tablet berbusa (vaginal tablet).
2.      Cara Kontrasepsi Moderen/Metode Efektif
Cara kontrasepsi ini dibedakan atas kontrasepsi tidak permanen dan kontrasepsi permanen. Kontrasepsi tidak permanen dapat dilakukan dengan pil, AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), suntikan, dan norplant. Sedangkan cara kontrasepsi permanen dapat dilakukan dengan metode mantap, yaitu dengan operasi tubektomi (sterilisasi pada wanita) vasektomi (sterilisasi pada pria).

Senggama Terputus
Merupakan cara kontrasepsi yang paling tua. Senggama dilakukan sebagaimana biasa, tetapi pada puncak senggama, alat kemaluan pria dikeluarkan dari liang vagina dan sperma dikeluarkan di luar. Cara ini tidak dianjurkan karena sering gagal, karena suami belum tentu tahu kapan spermanya keluar.

Pantang Berkala (Sistem Kalender)
Cara ini dilakukan dengan tidak melakukan senggama pada saat istri dalam masa subur. Cara ini kurang dianjurkan karena sukar dilaksanakan dan membutuhkan waktu lama untuk ‘puasa’. Selain itu, kadang juga istri kurang terampil dalam menghitung siklus haidnya setiap bulan.

Kondom/Diafragma
Kondom merupakan salah satu pilihan untuk mencegah kehamilan yang sudah populer di masyarakat. Kondom adalah suatu kantung karet tipis, biasanya terbuat dari lateks, tidak berpori, dipakai untuk menutupi zakar yang berdiri (tegang) sebelum dimasukkan ke dalam liang vagina. Kondom sudah dibuktikan dalam penelitian di laboratorium sehingga dapat mencegah penularan penyakit seksual, termasuk HIV/AIDS.
Kondom mempunyai kelebihan antara lain mudah diperoleh di apotek, toko obat, atau supermarket dengan harga yang terjangkau dan mudah dibawa kemana-mana. Selain itu, hampir semua orang bisa memakai tanpa mengalami efek sampingan. Kondom tersedia dalam berbagai bentuk dan aroma, serta tidak berserakan dan mudah dibuang. Sedangkan diafragma adalah kondom yang digunakan pada wanita, namun kenyataannya kurang populer di masyarakat.

Cream, Jelly, atau Tablet Berbusa
Semua kontrasepsi tersebut masing-masing dimasukkan ke dalam liang vagina 10 menit sebelum melakukan senggama, yaitu untuk menghambat geraknya sel sperma atau dapat juga membunuhnya. Cara ini tidak populer di masyarakat dan biasanya mengalami keluhan rasa panas pada vagina dan terlalu banyak cairan sehingga pria kurang puas.

Pil
Pil adalah obat pencegah kehamilan yang diminum. Pil telah diperkenalkan sejak 1960. Pil diperuntukkan bagi wanita yang tidak hamil dan menginginkan cara pencegah kehamilan sementara yang paling efektif bila diminum secara teratur. Minum pil dapat dimulai segera sesudah terjadinya keguguran, setelah menstruasi, atau pada masa post-partum bagi para ibu yang tidak menyusui bayinya. Jika seorang ibu ingin menyusui, maka hendaknya penggunaan pil ditunda sampai 6 bulan sesudah kelahiran anak (atau selama masih menyusui) dan disarankan menggunakan cara pencegah kehamilan yang lain.
Pil dapat digunakan untuk menghindari kehamilan pertama atau menjarangkan waktu kehamilan-kehamilan berikutnya sesuai dengan keinginan wanita. Berdasarkan atas bukti-bukti yang ada dewasa ini, pil itu dapat diminum secara aman selama bertahun-tahun. Tetapi, bagi wanita-wanita yang telah mempunyai anak yang cukup dan pasti tidak lagi menginginkan kehamilan selanjutnya, cara-cara jangka panjang lainnya seperti spiral atau sterilisasi, hendaknya juga dipertimbangkan. Akan tetapi, ada pula keuntungan bagi penggunaan jangka panjang pil pencegah kehamilan. Misalnya, beberapa wanita tertentu merasa dirinya secara fisik lebih baik dengan menggunakan pil daripada tidak. Atau mungkin menginginkan perlindungan yang paling efektif terhadap kemungkinan hamil tanpa pembedahan. Kondisi-kondisi ini merupakan alasan-alasan yang paling baik untuk menggunakan pil itu secara jangka panjang.

Jenis-jenis Pil
  1. Pil gabungan atau kombinasi
Tiap pil mengandung dua hormon sintetis, yaitu hormon estrogen dan progestin. Pil gabungan mengambil manfaat dari cara kerja kedua hormon yang mencegah kehamilan, dan hampir 100% efektif bila diminum secara teratur.
  1. Pil berturutan
Dalam bungkusan pil-pil ini, hanya estrogen yang disediakan selama 14—15 hari pertama dari siklus menstruasi, diikuti oleh 5—6 hari pil gabungan antara estrogen dan progestin pada sisa siklusnya. Ketepatgunaan dari pil berturutan ini hanya sedikit lebih rendah daripada pil gabungan, berkisar antara 98—99%. Kelalaian minum 1 atau 2 pil berturutan pada awal siklus akan dapat mengakibatkan terjadinya pelepasan telur sehingga terjadi kehamilan. Karena pil berturutan dalam mencegah kehamilan hanya bersandar kepada estrogen maka dosis estrogen harus lebih besar dengan kemungkinan risiko yang lebih besar pula sehubungan dengan efek-efek sampingan yang ditimbulkan oleh estrogen.
  1. Pil khusus – Progestin (pil mini)
Pil ini mengandung dosis kecil bahan progestin sintetis dan memiliki sifat pencegah kehamilan, terutama dengan mengubah mukosa dari leher rahim (merubah sekresi pada leher rahim) sehingga mempersulit pengangkutan sperma. Selain itu, juga mengubah lingkungan endometrium (lapisan dalam rahim) sehingga menghambat perletakan telur yang telah dibuahi.

Kontra indikasi Pemakaian Pil 
Kontrasepsi pil tidak boleh diberikan pada wanita yang menderita hepatitis, radang pembuluh darah, kanker payudara atau kanker kandungan, hipertensi, gangguan jantung, varises, perdarahan abnormal melalui vagina, kencing manis, pembesaran kelenjar gondok (struma), penderita sesak napas, eksim, dan migraine (sakit kepala yang berat pada sebelah kepala).

Efek Samping Pemakaian Pil
Pemakaian pil dapat menimbulkan efek samping berupa perdarahan di luar haid, rasa mual, bercak hitam di pipi (hiperpigmentasi), jerawat, penyakit jamur pada liang vagina (candidiasis), nyeri kepala, dan penambahan berat badan.

AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
AKDR atau IUD (Intra Uterine Device) bagi banyak kaum wanita merupakan alat kontrasepsi yang terbaik. Alat ini sangat efektif dan tidak perlu diingat setiap hari seperti halnya pil. Bagi ibu yang menyusui, AKDR tidak akan mempengaruhi isi, kelancaran ataupun kadar air susu ibu (ASI). Namun, ada wanita yang ternyata belum dapat menggunakan sarana kontrasepsi ini. Karena itu, setiap calon pemakai AKDR perlu memperoleh informasi yang lengkap tentang seluk-beluk alat kontrasepsi ini.

Jenis-jenis AKDR di Indonesia
  1. Copper-T
    AKDR berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen di mana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan kawat tembaga halus ini mempunyai efek antifertilisasi (anti pembuahan) yang cukup baik.
  2. Copper-7
    AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama seperti halnya lilitan tembaga halus pada jenis Coper-T.
  3. Multi Load
AKDR ini terbuat dari dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjangnya dari ujung atas ke bawah 3,6 cm. Batangnya diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah efektivitas. Ada 3 ukuran multi load, yaitu standar, small (kecil), dan mini.
  1. Lippes Loop
AKDR ini terbuat dari bahan polyethelene, bentuknya seperti spiral atau huruf S bersambung. Untuk meudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm 9 (benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning), dan 30 mm (tebal, benang putih) untuk tipe D. Lippes Loop mempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan lain dari pemakaian spiral jenis ini ialah bila terjadi perforasi jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik.

Pemasangan AKDR
Prinsip pemasangan adalah menempatkan AKDR setinggi mungkin dalam rongga rahim (cavum uteri). Saat pemasangan yang paling baik ialah pada waktu mulut peranakan masih terbuka dan rahim dalam keadaan lunak. Misalnya, 40 hari setelah bersalin dan pada akhir haid. Pemasangan AKDR dapat dilakukan oleh dokter atau bidan yang telah dilatih secara khusus. Pemeriksaan secara berkala harus dilakukan setelah pemasangan satu minggu, lalu setiap bulan selama tiga bulan berikutnya. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan setiap enam bulan sekali.
Kontra indikasi pemasangan AKDR:
o   Belum pernah melahirkan
o   Adanya perkiraan hamil
o   Kelainan alat kandungan bagian dalam seperti: perdarahan yang tidak normal dari alat kemaluan, perdarahan di leher rahim, dan kanker rahim.

Keluhan-keluhan pemakai AKDR
Keluhan yang dijumpai pada penggunaan AKDR adalah terjadinya sedikit perdarahan, bisa juga disertai dengan mules yang biasanya hanya berlangsung tiga hari. Tetapi, jika perdarahan berlangsung terus-menerus dalam jumlah banyak, pemakaian AKDR harus dihentikan. Pengaruh lainnya terjadi pada perangai haid. Misalnya, pada permulaan haid darah yang keluar jumlahnya lebih sedikit daripada biasa, kemudian secara mendadak jumlahnya menjadi banyak selama 1–2 hari. Selanjutnya kembali sedikit selama beberapa hari. Kemungkinan lain yang terjadi adalah kejang rahim (uterine cramp), serta rasa tidak enak pada perut bagian bawah. Hal ini karena terjadi kontraksi rahim sebagai reaksi terhadap AKDR yang merupakan benda asing dalam rahim. Dengan pemberian obat analgetik keluhan ini akan segera teratasi. Selain hal di atas, keputihan dan infeksi juga dapat timbul selama pemakaian AKDR.

Ekspulsi
Selain keluhan-keluhan di atas, ekspulsi juga sering dialami pemakai AKDR, yaitu AKDR keluar dari rahim. Hal ini biasanya terjadi pada waktu haid, disebabkan ukuran AKDR yang terlalu kecil. Ekspulsi ini juga dipengaruhi oleh jenis bahan yang dipakai. Makin elastis sifatnya makin besar kemungkinan terjadinya ekspulsi. Sedangkan jika permukaan AKDR yang bersentuhan dengan rahim (cavum uteri) cukup besar, kemungkinan terjadinya ekspulsi kecil.

Lama Pemakaian AKDR
Sampai berapa lama AKDR dapat dipakai? Hal ini sering menjadi pertanyaan. Sebenarnya, AKDR ini dapat terus dipakai selama pemakai merasa cocok dan tidak ada keluhan. Untuk AKDR yang mengandung tembaga, hanya mampu berfungsi selama 2–5 tahun, tergantung daya dan luas permukaan tembaganya. Setelah itu harus diganti dengan yang baru.

Suntikan
Kontrasepsi suntikan adalah obat pencegah kehamilan yang pemakaiannya dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat tersebut pada wanita subur. Obat ini berisi Depo Medorxi Progesterone Acetate (DMPA). Penyuntikan dilakukan pada otot (intra muskuler) di bokong (gluteus) yang dalam atau pada pangkal lengan (deltoid).

Cara pemakaian 
Cara ini baik untuk wanita yang menyusui dan dipakai segera setelah melahirkan. Suntikan pertama dapat diberikan dalam waktu empat minggu setelah melahirkan. Suntikan kedua diberikan setiap satu bulan atau tiga bulan berikutnya.

Kontra indikasi 
Kontrasepsi suntikan tidak diperbolehkan untuk wanita yang menderita penyakit jantung, hipertensi, hepatitis, kencing manis, paru-paru, dan kelainan darah.

Efek samping kontrasepsi suntikan
·         Tidak datang haid (amenorrhoe)
·         Perdarahan yang mengganggu
·         Lain-lain: sakit kepala, mual, muntah, rambut rontok, jerawat, kenaikan berat badan, hiperpigmentasi.

Norplant
Norplant merupakan alat kontrasepsi jangka panjang yang bisa digunakan untuk jangka waktu 5 tahun. Norplant dipasang di bawah kulit, di atas daging pada lengan atas wanita. Alat tersebut terdiri dari enam kapsul lentur seukuran korek api yang terbuat dari bahan karet silastik. Masing-masing kapsul mengandung progestin levonogestrel sintetis yang juga terkandung dalam beberapa jenis pil KB. Hormon ini lepas secara perlahan-lahan melalui dinding kapsul sampai kapsul diambil dari lengan pemakai. Kapsul-kapsul ini bisa terasa dan kadangkala terlihat seperti benjolan atau garis-garis. (The Boston’s Book Collective, The Our Bodies, Ourselves, 1992)
Norplant sama artinya dengan implant. Norplant adalah satu-satunya merek implant yang saat ini beredar di Indonesia. Oleh karena itu, sering juga digunakan untuk menyebut implant. Di beberapa daerah, implant biasa disebut dengan susuk.
Indonesia merupakan negara pemula dalam penerimaan norplant yang dimulai pada 1987. Sebagai negara pelopor, Indonesia belum mempunyai referensi mengenai efek samping dan permasalahan yang muncul sebagai akibat pemakaian norplant. Pada 1993, pemakai norplant di Indonesia tercatat sejumlah 800.000 orang.

Efektivitas norplant
Efektivitas norplant cukup tinggi. Tingkat kehamilan yang ditimbulkan pada tahun pertama adalah 0,2%, pada tahun kedua 0,5%, pada tahun ketiga 1,2%, dan 1,6% pada tahun keempat. Secara keseluruhan, tingkat kehamilan yang mungkin ditimbulkan dalam jangka waktu lima tahun pemakaian adalah 3,9 persen. Wanita dengan berat badan lebih dari 75 kilogram mempunyai risiko kegagalan yang lebih tinggi sejak tahun ketiga pemakaian (5,1 persen).

Yang tidak diperbolehkan menggunakan norplant
Wanita yang tidak diperbolehkan menggunakan norplant adalah mereka yang menderita penyakit diabetes, kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, migrain, epilepsi, benjolan pada payudara, depresi mental, kencing batu, penyakit jantung, atau ginjal. (The Boston Women’s Book Collective, 1992)

Pemasangan norplant
Pemasangan norplant biasanya dilakukan di bagian atas (bawah kulit) pada lengan kiri wanita (lengan kanan bagi yang kidal), agar tidak mengganggu kegiatan. Norplant dapat dipasang pada waktu menstruasi atau setelah melahirkan oleh dokter atau bidan yang terlatih. Sebelum pemasangan dilakukan pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu dan juga disuntik untuk mencegah rasa sakit. Luka bekas pemasangan harus dijaga agar tetap bersih, kering, dan tidak boleh kena air selama 5 hari. Pemeriksaan ulang dilakukan oleh dokter seminggu setelah pemasangan. Setelah itu, setahun sekali selama pemakaian dan setelah 5 tahun norplant harus diambil/dilepas.

Kelebihan dan kekurangan norplant 
Kelebihan norplant adalah masa pakainya cukup lama, tidak terpengaruh faktor lupa sebagaimana kontrasepsi pil/suntik, dan tidak mengganggu kelancaran air susu ibu. Sedangkan kekurangannya adalah bahwa pemasangan hanya bisa dilakukan oleh dokter atau bidan yang terlatih dan kadang-kadang menimbulkan efek samping, misalnya spotting atau menstruasi yang tidak teratur. Selain itu, kadang-kadang juga menimbulkan berat badan bertambah.

Tubektomi (Sterilisasi pada Wanita)
Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita yang mengakibatkan wanita tersebut tidak akan mendapatkan keturunan lagi. Sterilisasi bisa dilakukan juga pada pria, yaitu vasektomi. Dengan demikian, jika salah satu pasangan telah mengalami sterilisasi, maka tidak diperlukan lagi alat-alat kontrasepsi yang konvensional. Cara kontrasepsi ini baik sekali, karena kemungkinan untuk menjadi hamil kecil sekali. Faktor yang paling penting dalam pelaksanaan sterilisasi adalah kesukarelaan dari akseptor. Dengan demikia, sterilisasi tidak boleh dilakukan kepada wanita yang belum/tidak menikah, pasangan yang tidak harmonis atau hubungan perkawinan yang sewaktu-waktu terancam perceraian, dan pasangan yang masih ragu menerima sterilisasi. Yang harus dijadikan patokan untuk mengambil keputusan untuk sterilisasi adalah jumlah anak dan usia istri. Misalnya, untuk usia istri 25–30 tahun, jumlah anak yang hidup harus 3 atau lebih.

Penggunaan Kontrasepsi Menurut Umur
  1. Umur ibu kurang dari 20 tahun:
o    Penggunaan prioritas kontrasepsi pil oral.
o    Penggunaan kondom kurang menguntungkan, karena pasangan muda frekuensi bersenggama tinggi sehingga akan mempunyai kegagalan tinggi.
o    Bagi yang belum mempunyai anak, AKDR kurang dianjurkan.
o    Umur di bawah 20 tahun sebaiknya tidak mempunyai anak dulu.
  1. Umur ibu antara 20–30 tahun
o    Merupakan usia yang terbaik untuk mengandung dan melahirkan.
o    Segera setelah anak pertama lahir, dianjurkan untuk memakai spiral sebagai pilihan utama. Pilihan kedua adalah norplant atau pil.
  1. Umur ibu di atas 30 tahun
o    Pilihan utama menggunakan kontrasepsi spiral atau norplant. Kondom bisa merupakan pilihan kedua.
o    Dalam kondisi darurat, metode mantap dengan cara operasi (sterlilisasi) dapat dipakai dan relatif lebih baik dibandingkan dengan spiral, kondom, maupun pil dalam arti mencegah.

Beberapa Metode Kontasepsi Baru
Dengan adanya metode kontrasepsi yang baru, berarti pula memberikan lebih banyak pilihan, dapat membantu mengatasi beberapa kendala pemakaian kontrasepsi. Meskipun demikian, pengembangan kontrasepsi baru untuk menambah yang sudah ada sangat terasa kurang membawa perubahan yang positif dan inovatif. Beberapa metode yang sedang diuji klinik antara lain:
  1. Cincin kontrasepsi
Cincin ini dimasukkan ke dalam vagina, bentuknya seperti kue donat, dan mengandung steroid, yaitu progestin atau progestin ditambah estrogen, yang dilepas ke dalam aliran darah. Cincin kontrasepsi mengandung dosis hormon yang lebih rendah dibanding dengan kontrasepsi oral. Wanita dapat memasukkan dan mengeluarkan cincin ini sendiri.
  1. Vaksin antifertilitas reversibel
Vaksin ini menyebabkan antibodi berinteraksi dengan human chrrionic gonadotropin (HCG), suatu hormon yang memelihara kehamilan. Tanpa HCG, lapisan uterus lepas dengan membawa telur yang sudah dibuahi sehingga terjadi menstruasi.
  1. Norplant II
Norplant II memiliki kelebihan dibanding dengan norplant yang ada sekarang, karena norplant II hanya memerlukan dua implantasi subdermal. Dengan demikian, lebih mudah memasukkan dan mengeluarkannya.
  1. Suntikan
Kontrasepsi ini menggunakan mikrosfero atau mikrokapsul. Injeksi terbuat dari satu atau lebih hormon di dalam kapsul yang dapat dibiodegrasi, yang melepaskan hormon dan menghambat ovulasi. Satu suntikan dapat melindungi satu, tiga, atau enam bulan, tergantung dari jenis komposisi kimianya.
  1. Implantasi Transdermal
Implantasi transdermal menyebabkan pelepasan kontrasepsi steroid yang lambat dan teratur ke aliran darah melalui kulit. Wanita dapat menempatkan implant tersebut pada tubuh dan melepaskannya sesuai keinginan. Pada salah satu jenis implantasi transdermal, seorang wanita menggunakan tiga implantasi selama tiga minggu. Setiap implantasi efektif selama tujuh hari. Pada minggu berikutnya, digunakan implantasi plasebo sehingga terjadi menstruasi.
  1. IUD bentuk T yang baru
IUD ini melepaskan lenovorgegestrel dengan konsentrasi yang rendah selama minimal lima tahun. Dari hasil penelitian menunjukkan efektivitas yang tinggi dalam mencegah kehamilan yang tidak direncanakan maupun perdarahan menstruasi. Kerugian metode ini adalah tambahan terjadinya efek samping hormonal dan amenore.
  1. Kondom wanita
Kondom ini dikendalikan oleh wanita dan mengurangi risiko terkena penyakit menular seksual. Dari uji klinik menunjukkan bahwa kelicinan, kebocoran, kerusakan, dan hambatan efektivitasnya lebih baik dibandingkan kondom pria.

Kesimpulan dan Saran
Dalam memilih alat kontrasepsi yang tepat, sebaiknya calon akseptor diberi penjelasan tentang keuntungan dan kerugian masing-masing alat kontrasepsi, sehingga diharapkan dapat memperkecil terjadi kehamilan serta mengurangi efek samping dari alat kontrasepsi tersebut.
Penelitian yang didasarkan pada hasil mengenai manfaat dan kepercayaan akseptor yang berkaitan dengan seksualitas serta penggunaan kontrasepsi, harus dilakukan terlebih dahulu sebelum suatu metode kontrasepsi dipasarkan dan dianggap sebagai pilihan tambahan.
Untuk peningkatan dan perluasan pelayanannya, keluarga berencana dapat dimasukkan ke dalam pelayanan kesehatan reproduksi serta pelayanan kesehatan primer yang lain agar tanggap terhadap seluruh kebutuhan kesehatan reproduksi wanita. Di dalam suatu program yang terintegrasi, harus terdapat metode kontrasepsi yang dapat diterima, aman, dan efektif serta dapat dipakai wanita pada berbagai tahap kehidupan reproduksi. Metode kontrasepsi juga harus dapat diterima secara seksual maupun sosial tanpa adanya pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan secara umum.
Apabila tersedia pilihan metode kontrasepsi yang lebih bervariasi dan pelayanan yang lebih responsif terhadap keinginan serta kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi wanita maka tujuan keluarga berencana akan mulai tercapai. Dengan demikian, diharapkan wanita merasa terpanggil untuk meningkatkan kesadaran hak seksual dan reproduksinya sebagai langkah utama menuju kesehatan yang utuh.

Daftar Pustaka
1.      Sarwono, Sarlito Wirawan, 1979. Herman Memilih Sterilisasi, Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia, Jakarta.
2.      Myrnawati, 1979. Mengapa Mereka Memilih Sterilisasi, Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia, Jakarta.
3.      Sosrohadikoesoemo, Soemiani , 1984. Pil, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Propinsi Jawa Tengah Bidang Kependudukan.
4.      Koblinsky, Marge; Timyan, Judith; Gay, Jill, 1997. Kesehatan Wanita Sebuah Perspektif Global, Gajah Mada University Press.
5.      Yuarsi, Susi Eja, 1997. Norplant, Penerimaan Program dan Layanan Lanjutan,Pusat Penelitian Kependudukan, Universitas Gajah Mada.
6.      Jakarta, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional,1980. Pedoman Praktis Pelayanan Kontrasepsi Petugas Paramedis.
7.      Jakarta, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional,1980. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim.
8.      Melati, Mawar, 1985. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim, MajalahWarta Konsumen, Edisi Tahun ke XII , No.138, hal 5-6.